Rabu, 02 Juli 2008

Warlex

Namanya Warlex.
Sampai sekarang ia tidak tau persis, kenapa orang-orang memanggilnya Warlex. Padahal di ijazah Sarjananya jelas tertera nama Minesota Kaisepo, nama pemberian kedua orang tuanya. Saat Warlex bertanya kenapa namanya mirip nama Jepang, orang tuanya juga tak bisa memberikan alasan yang kuat. Yang jelas saat Warlex lahir ada peristiwa Gestapu melanda negeri ini. Walaupun tidak begitu mirip antara Kaisepo dengan Gestapu setidaknya bunyinya hampir sama.

Ya…terima ajalah Lex…toh apalah arti sebuah nama. Bunga Mawar kalaupun diganti namanya dengan Bunga Taik Kambing, harumnya juga takkan pernah hilang.

Tapi kelihatannya Warlex lebih suka dengan nama Minesota Kaisepo, karena dalam kartu namanya tertulis nama itu dengan huruf tebal dan jelas. Apalagi dibawahnya sengaja dituliskan sedang menyelesaikan program Pasca Sarjana Teknologi Informasi pada salah Universitas di Kota Padang. Tambah berbanggalah Warlex dengan predikat yang disandangnya saat ini.

Sebagai tanda kebanggaanya, Warlex selalu menyodorkan kartu namanya itu setiap ia melamar pekerjaan. Ah…rupanya Warlex sampai sekarang belum bekerja. Tapi Warlek tidak menyalahkan dirinya sendiri, yang salah adalah pemerintah. Kenapa pemerintah tidak menyediakan lapangan pekerjaan untuk orang-orang yang potensial seperti Warlex.

Bicara masalah potensial, Warlex sebenarnya tidak begitu potensial. Tapi mungkin Tuhan menganugerahkan pada Warlex kemampuan berbicara dan bergaya dimuka umum melebihi tinggi badannya yang pendek. Kalau Warlex bicara, wuuuihh… seperti nara sumber yang sangat kompeten. Warlex mengetahui semuanya. Dari masalah kebijakan sampai ke teknis operasional, semua dikuasai Warlex.

Suatu saat Warlex mirip politikus ulung, disaat lain ia bisa bicara layaknya pialang saham. Seluruh istilah-istilah pemerintahan, ekonomi, politik, sangat lancar Warlex menyebutnya. Sempurna! hampir tanpa celah. Seluruh perkataan yang meluncur dari mulutnya selalu mengena, berat dan manis. Layaknya kolak, warlex sangat pandai mengolak.

Kadang Warlex berfikir, kenapa aku tidak hidup di Jakarta saja. Kalau aku hidup disana, pasti orang-orang akan suka kepadaku. Pasti aku akan segera punya pekerjaan. Karena menurut Warlex hanya orang sepertinyalah yang bisa hidup di Jakarta yang penuh dengan persaingan dan kelihaian. Tapi Warlex masih ragu, karena disamping dua syarat itu ada syarat lain yang harus dipenuhi yaitu ketabahan, keuletan dan perjuangan. Untuk syarat terakhir ini Warlex mengaku tidak mampu memenuhinya.

Karenanya Warlex punya kesimpulan lebih baik hidup dikampung. Toh…jikapun harus merantau, esokkan akhirnya pulang kekampung jua. Inilah prinsip Warlex. Ini jugalah yang membuat Warlex meneruskan kuliah Pasca Sarjananya di Padang.

Banyak juga kawan yang menawarkan agar Warlex mengadu peruntungannya di Jakarta bahkan Luar Negeri, karena zaman sekarang sudah zaman Globalisasi, bisa kerja dimana-mana. Tapi Warlex menjawab bahwa ia lebih suka di Padang. Ia ingin membangun Ranah Minang yang tercinta ini. Saat teman lain bertanya “Ingin menjadi Walikota Lex..?” Warlex hanya menjawab dengan sipuan senyum yang mengandung seribu makna.

Menurut Warlek, jadi Walikota itu gampang. Tinggal membuat kebijakan, tinggal suruh, semua serba dilayani, serba disediakan. Makanya sekarang hampir seluruh orang pengen jadi Walikota. Warlek melihat banyak artis yang jadi Kepala Daerah. Banyak pengusaha yang jadi Bupati, Pelawak yang jadi Anggota Dewan yang Terhormat, itu karena jadi pemimpin itu gampang. Susahnya adalah proses kesananya. Butuh duit yang banyak, butuh pendekatan ini dan itu, butuh tim sukses, butuh partai. Pokoknya rumit dan ribet.

Tapi kalau ada yang mensponsosri Warlex mau. Warlex juga mau kalau sebelumnya ada negosiasi, jika Warlex menang, mana wilayah buat tim sukses, mana area yang hanya Warlex yang ngurus. Semua serba bisa diatur.

Trus…apakah Warlex tidak memikirkan rakyat…Ah..masalah rakyat biarkan saja mereka memikirkan dirinya sendiri. Toh waktu Warlex jadi rakyat, pemerintah juga tidak pernah memikirkannya. Sekarang zaman serba susah, jangan menggantungkan hidup sama orang lain, pikirkanlah hidup sendiri, berjuanglah sendiri, karena orang-orang disana juga memperjuangkan nasibnya sendiri. Jika kena tangkap, berjuanglah sendiri, habiskanlah pencarian selama ini untuk membela diri, atau untuk menyogok hakim, jaksa dan sipir penjara.

Warlex terkesima mengingat penjara. Iihhhh…bulu kuduk Warlex merinding, seakan merasakan dinginnya penjara…

“Mau nih…jadi Walikota…nanti kami carikan partai dan sponsor..?” Teman Warlex tadi menantang.

“Nggak..lebih baik begini saja”

Warlex berlalu melewati baliho yang ada gambar tiga orang pemimpin negeri ini sedang tersenyum kepadanya.

Entah apa arti senyum itu. Warlex tak pernah memikirkanya.


Padang, 2 Juli 2008
YustaNoverison

0 komentar: