Ada puasa kamu, ada sahur tadi malam, sudah berapa hari umpang puasanya, apa pabukoan kamu nanti sore. Kata-kata seperti itu, sudah menjadi keseharian dalam bulan ramadhan. Kalau kita bertemu dengan kawan, sanak atau saudara, kalimat itu yang menjadi pembuka bagi kita untuk selanjutnya membicarakan hal-hal yang lain. Di telepon juga begitu, Halo..Assalammualiakum, ada sehat pak, ada puasa pak..setelah kalimat lepoh itu terucap, baru kita memasukan jaga kita, menyampaikan mukasud kepada orang yang kita telepon.
Itulah kurenah kita. Sifat kita semua. Lihatlah orang Cina di pondok, entah apa agamanya, saat kita sibuk membeli pabukoan, dia ikut pula takaja sato mambali. Emak Warlex kalau Ramadhan ini, beliau menjual kue sapik, sangko, dan samprit, yang membeli paling dahulu adalah orang cina di pondok. Kalau kita dipikir, kan kacau ini. Apakah orang cina yang beragama Kung Fu itu berhari raya juga ia. tapi sekali lagi itulah kurenah kita. Sifat kita semua. Pantang tatingga. Jangankan tatingga, segaris saja tidak mau.
Kalau kita tanya ke orang cina itu, ia tidak akan menghubungkan apa yang dia belanjakan dengan ramadhan dan hari raya. Uang kan uang owe, mau apa lu. Mau owe beli kue, beli oto, tidak ada berserikat dengan lu. Mungkin incek ini senang bergedincik membali ramai-ramai. Bukan kuenya yang dimukasud tapi gesohnya dan danyutnya yang diinginkan. Kalau begini kan sudah salah mengartikan bulan puasa.
Begitu juga tarawih. Hari pertama tarawih, ampun penuhnya. Setelah itu, bentuk ekor mencit, makin ke ujung makin sedikit. Hari terakhir, yang akan mati besok saja lagi yang menjadi jamaah. Hari pertama rasa ke pecah gendang telinga mendengar ceramah ustad, sesudah itu, seminggu terakhir Warlex yang harus naik mimbar, mencerotet, mengata-ngatai jemaah yang telinganya sudah pekak, karena sudah tua dan lama dipakai.
Sekail lagi, inilah kurenah kita. Bersemangat waktu pertama, setelah itu, bosan, tidak lagi.
Ini adalah tulisan yang berbenar-benar, kalau tidak percaya, mari nanti kita buktikan. Ini tidak pula mengadu, kalau tidak percaya pergilah ke toko Ayu tempat menjual kue di Kota Padang. Pilih waktunya sesudah shalat Ashar, kan banyak orang menjual pabukoan tu, liatlah banyak incek-incek atau taci-taci yang tersasak pula membeli. Kalah pula orang awak dek inya.
Keseluruhannya memang begitu. Sekarang perpulang kepada kita semua, bagaimana kita memaknai puasa ini. Tulisan ini tidak harus mengatakan berpuasa harus begini dan harus begitu. Karena kita semua sudah sangat banyak Ilemu memaknainya. Lagi pula ibadah puasa ini, yang tahu hanya kita dan Tuhan. Ndak begitu Ketua?
Yusta Noverison
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar